Rabu, 17 Oktober 2012

 MEKANISME PASAR ISLAMI 

 Kemunculan budaya Islam memberikan kontribusi yang sangat besar kepada kemajuan pembangunan ekonomi dan teori ekonomi itu sendiri. Dalam sejarah ekonomi, Murray Rothbard memberi catatan bahwa pemahaman yang sudah maju mengenai definisi dan fungsi pasar (scholastic) ditemukan pada bahan kajian akademik para sarjana pada akad keenam belas, dengan sejarah peradaban yunani kuno sebagai bahan kajian perbandingan. Diperkirakan kajian para sarjana muslim mempengaruhi perkembangan pemikiran di sekolah tersebut. 

A. ISLAM DAN SISTEM PASAR
 Secara umum dapat disampaikan bahwa kemunculan pesan moral islam dalam pencerahan teori pasar, dapat dikaitkan sebagai bagian dan reaksi penolakan sosialisme dan sekularisme, ataupun secara khusus ideologi-ideologi yang sudah banyak diansumsikan orang sebagai sistem yang merusak pasar dan memosisikan diri sebagai oposisi dari paham pasar bebas dan terbuka di dunia Arab. Ajaran islam dengan tegas menolak sejumlah ideologi ekonomi yang terkait dengan keagunan private property, kepentingan investor, asceticism authoritarianism (ekonomi terpimpin atau paham mematuhi seseorang atau badan secara mutllak). Berdagang adalah aktivitas yag paling umum dilakukan di pasar. Untuk itu teks-teks Al-Qur’an selain memberikan stimulasi imperatif untuk berdagang, dilain pihak juga mencerahkan aktivitas tersebut dengan sejumlah rambu atau aturan main yang biasa diterapkan di pasar dalam upaya menegakkan kepentingan semua pihak, baik individu ataupun kelompok. Konsep islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas. Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut barlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh frame aturan syariah. Untuk itu pembahasan mengenai struktur pasar dalam konsep islam akan dimulai dengan pemahaman akan persaingan bebas berikut komponen-komponen yang mengikut pengertian tersebut. 

 B. HARGA DAN PERSAINGAN SEMPURNA PADA PASAR ISLAM
Harga sebuah komoditas (barang dan jasa) ditentukan oleh penawaran dan permintaan, perubahan yang terjadi pada harga berlaku juga ditentukan oleh teradinya perubahan permintaan dan perubahan penawaran. Hal ini sesuai dengan Hadis yang diriwayatkan dari Anas bahwasannya suatu hari terjadi kenaikan harga yang luar biasa di masa Rasulullah SAW, maka sahabat meminta nabi untuk menetukan harga pada saat itu, lalu nabi bersabda: artinya, “ Bahwa Allah adalah Dzat yang mencabut dan memberi sesuatu, Dzat yang memberi rezeki dan penentuan harga...”(HR Abu Daud). Kenaikan harga Rasulullah SAW meyakini adanya penyebab tertentu yang sifatnya darurat. Sesuatu yang bersifat darurat akan hilang seiring dengan hilangnya penyebab dari keadaan itu. Di lain pihak rasul juga meyakini bahwa harga akan kembali normal dalam waktu yang tidak terlalu lama. Penetapan harga menurut rasul merupakan suatu tindakan yang menzalimi kepentingan para pedagang. Pemerintah tidak memiliki wewenang untuk melakukan intervensi terhadap harga pasar dalam kondisi normal. Lebih jauh lagi Ibnu Taimiyah membatasi keabsahan pemerintah dalam menetapkan kebijakan intervensi pada empat situasi dan kondisi berikut: Pertama, kebutuhan masyarakat atau hajat orang banyak akan sebuah komoditas, para fukaha sepakat bahwa sesuatu yang menjadi hajat hidup orang banyak tidak dapat diperjualbelikan kecuali dengan harga yang sesuai. Kedua, terjadi kasus monopoli, para fukaha sepakat untuk memberlakukan hak hajar (ketetapan yang membatasi hak guna dan hak paki atas kepemilikan barang) oleh pemerintah. Hal ini mengantisipasi adanya tindakan negatif yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan kegiatan monopolistik ataupun penimbunan barang. Ketiga, terjadinya keadaan al-hars (pemboikotan), dimana distribusi barang hanya terkonsentrasi pada satu penjual atau pihak tertentu. Jika pasar dapat mengkomodasikan bentuk-bentuk kebebasan, hal ini berarti pasar sudah berperan sebagi tnstrumen tersruktur untuk pendistribusian barang dan jasa, efesiensi produksi dan distribusi income. Adapun tiga peran pasar sebagai berikut:

1. Peran pasar sebagai distribusi barang dan jasa Pasar terbuka akan mengarahkan kepada distribusi barang dan jsa sevara optimal kepada konsumen, selama daya beli antara para konsumen di pasar tidak terpaut berjauhan satu dengan yang lain.

2. Peran pasar dalam efisiensi produksi Kontrol dan pembatasan faktor-faktor produksi dalam tatanan nilai islam dilakukan dengan memanfaatkan sekali lagi instrumen harga pasar. Instrumen harga akan mengarah efisiensi bahan baku produksi dari berbagai macam hasil produksi permintaan konsumen di pasar.

3. Peran pasar dalam distribusi pendapatan Hukum permintaan dan penawaran di pasar sangat berperan dalam menentukan pendapatan. Hal ini karena pendapatan di pasar direprensentasikan oleh harga yang berlaku sebagai alat tukar atas penggunaan jasa ataupun aneka ragam produk.

C. MORAL SEBAGAI FAKTOR ENDOGEN DALAM PERSAINGAN DI PASAR
Agar pasae dapat berperan secara normal dan terjamin keberlangsungannya, dimana struktur dan mekanismenya dapat terhindar dari perilaku-perilaku negatif para pelaku pasar, maka ajaran Islam juga menawarkan satu paket moral berbasis hukum syariah yang melindungi setiap keptingan pelaku pasar. Aturan tersebut sebagai berikut :

  1. Spritualime Transaksi Perdagangan Islam memberikan ajaran kapan seorang muslim dapat melakukan transaksi, bagaimana mekanisme transaksi dan komoditas barang mauoun jasa apa saja yang dapat diperjualbelikan di pasar muslim. Secara umum ajaran islam tidak memprkenalkan jika aktivitas bisnis dan perdagangan dapat melupakan kita kepada kehadirat Allah SWT. Secara khusus islam tidak memperkenankan aktivitas pasar berlaku pada saat masuk waktu shalat jumat. Bagaimana mekanismenya, yang menjadi acuan adalah konsep yang tidak saling menzalimi dan kesepakatan secara suka sama suka.
  2. Aspek Hukum dalam Mekanisme Transaksi Perdagangan Konsep halal dan haram sengat jelas dalam mekaninme bisnis transaksi di pasar. Secara umum aturan halal dan haram kontrak komersial atau bisnis diatur dalam firman Allah SWT:
 “hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathi, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”

Mekanisme suka sama suka adalah panduan dan garis Al-Quran dalam melakukan kontrol terhadap perniagaan yang dilakukan. Sisten dan aturan main tentang tercapainya tujuan ayat tersebut menjadi konsep ruang ijtihad bagi pakar muslim dalam menrjemahkan konsep dan implementasinya pada konteks pasar modern saat ini. Para ulama kemudian menyimpulkan satu konsep fiqiyah yang menegaskan pelarangan bagi para pelaku pasar untuk memperhatikan sejumlah transaksi berikut:

  1. Transaksi riba, ghrar dan maysir Dalam perspektif para sarjana muslim kontemporer infrastruktur perekonomian islam harus berdiri di atas perekonomian tanpa bunga. Oleh karena itu, transaksi yang dijalankan dalam kerja dan bisnis mengacu kepada konsep-konsep fiqh muamalah yang sudah dikovergensi dengan sistem ekonomi dan keuangan modern.
  2. Transaksi An-Najsy Adanya kesepakatan antara penjual dengan pihak ketiga untuk melakukan penawaran palsu sehingga dapat mempengaruhi perilaku calon pembeli yang sebenarnya.
  3. Transaksi Al-Ghaban Sesuatu transaksi juak beli yang dilakukan di bawah atau di atas harga sebenarnya.
  4. Transaksi Al-Ma’dun jenis penjualan barang dan jasa yang tidak atau belum dimiliki langsung oleh si penjual.

D. PENGAWAS PASAR

Para intelektual muslim menyatakan bahwa sistem pengawasan pasar berlaku dalam sitem ganda dan berjenjang, yaitu pengawasan pelaku pasar atas dirinya sendiri dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak lain, dalam hal ini bisa pemerintah ataupun lainnya. Masing-masing pengawasan tersebut sebagai berikut:

  1. Pengawas Internal Sistem pengawas ini akan bergantung kepada adanya pendidikan islami, dengan melandaskan nilai kepada rasa takut kepada Allah SWT. Setiap muslim meyakini bahwa setiap tindak tanduk tidak akan luput sedetikpun dari pengawasan Allah SWT. Kesadaran seorang pelaku pasar dibawah keyakinan bahwa apapun yang diucapkan ataupun yang dilakukannya, Allah akan selalu mengetahuinya walauoun orang lain tidak mengetahuinya.
  2. Pengawas Eksternal Ajaran islam mngenal sistem Hiasbah yang berlaku sebagai institusi pengawas pasar. Seorang pengawas pasar (mhutashib) dengan kekuatan materinya berlaku sebagai pihak yang mempunyai otoritas untuk menghukum para pelaku pasar yang berlaku negatif. Secara umum baik dalam sejarah maupun ilustrasi para fukaha para pengawas berfungsi sebagai berikut :

  1. Mengorganisir pasar, agar dapat memfungsikan diri sebagai solusi permasalahan ekonomi umat melalui mekanisme sistem kompetisi terbuka dan sempurna sesuai dengan aturan main Syariah Islamiyah.
  2. Menjamin instrumen harga barang dan jasa ditentukan sesuai dengan hukum penawaran dan permintaan. Pada kondisi tidak ideal dan darurat, otoritas hisbah dapat melakukan intervensi.
  3. Melakukan pengawasan produk-produk yang masuk di pasar berikut perangkat instrumen yang dikembangkan untk teransaksinya.
  4. Mengupayakan agar informasi di pasar dapat terdistribusikan secara baik kepada para penjual mauoun pembeli, terutama jika informasi tersebut mempunyai peran ataupun dampak yang besar kepada harga barang maupun jasa yang berlaku di pasar.
  5. Menjamin tidak adanya praktek-praktek monopolistik para pelaku pasar, baik yang berkaitan dengan produk, faktor produksi maupun permainan harga.
  6. Mengupayakan agar praktek-praktek mediator tidak berlaku di pasar, kecuali keberadaan mediator tersebut bisa menjamin keberlangsungan kesehatan dan efisiensi mekanisme pasar.
  7. Mengupayakan perilaku moral Islami yang berkaitan dengan sistem transaksi perdagangan ataupun lainya berlaku di pasar, seperti kejujuran, amanah, toleransi, dll.

E. MEKANISME PASAR DALAM PERSPEKTIF SEJARAH ISLA

Kebijakan membiarkan mekanisme pasar bejalan dengan sendirinya, tentu dengan bimbingan Allah SWT, sudah menjadi kebijakan Rasulullah di masa itu. Adam Smith, seorang yang dianggap bapak ekonomi modern, baru mngemukakan ahl itu sekitar tahun 1776 melalui bukunya An inquiry into the nature and Causes of the Wealth of Nations. Teori yang kemudian dikenal dengan Laissez faire berasal dari bahasa perancis yang bermakna “biarkan kami bebas. Ini pada intinya adalah satu kebijakan yang sifatnya memberikan kebebasan yang maksimal kepada para pelaku dalam perekonomian untuk melakukan kegiatan yang disukainya, dan meminimalkan campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Teori ini mendasarkan pada dua asumsi yakni pertama, setiap pelaku ekonomi mengetahui setiap kejadian di pasar dari waktu kewaktu. Kedua, mereka mempunyai mobilitas tinggi sehingga dengan mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di oasar. Apabila dua asumsi ini terpenuhi, maka penjual, pembeli, produsen, dan pelaku kegiatan ekonomi lainnya akan memperoleh hasil yang optimal dari usaha mereka. Perekonomian akan mencapai tingkan efisiensi yang tinggi dan tingkat perekonomian yang optimal apabila setiap anggota masyarakat diberi kebebasan untuk berusaha berdasarkan kehendak mereka masing-masing

  1. Masa Rasulullah Bagi Rasulullah Dzat penetu haraga hanyalah Allah semata. Bahkan lebih jauh, intervensi pemerintah dalam menentukan harga bisa dikategorikan sesuatu yang zalim. Namun yang jelas nabi memang menghendaki terjadinya persaingan pasar yang adil di Madinah. Untuk itu beliau menerapkan sejumlah aturan, agar keadilan itu bisa berlangsung:
  • Melarang tallaqi rukban, yakni menyongsong khalifah di luar kota. Dengan demikian pedagang tadi mendapat keuntungan dari ketidak tahuan khalifah yang baru datang dari luar kota terhadap situasi pasar.
  • Mengurangi timbangan dilarang, karena itu berarti barang dijual dengan harga sama tetapi jumlah yang sedikit.
  • Menyembunyikan cacat barang, karena itu berarti penjual mendapat harga baik dari barang yang buruk.
  • Sejumlah larangan lain agar tidak tercapainya persaingan yang adil di pasar.
  1. Masa Khulafaur Rasyidin Kebijakan ekonomi di masa Khulafaur Rasyidin secara prinsip sesungguhnya meneruskan yang dilaksanakan Rasulullah. Penyempurnaan dilakukan disaat ini sebagai bagian dari proses kejuan dan mengantisipasi keadaan. Pada masa Abu Bakar misalnya, tidak ada hal terlalu menonjol kecuali sikap Abu Bakar yang sangat tegas terhadap satu kaum yang tidak bersedia membayar zakat, kebijakan Abu Bakar ini tidak ada hubungannya dengan mekanisme pasar.
  2. Masa Ummayyah Agak sulit memang mengumpulkan informasi tentang kebijakan mekanisme pasar di masa dinasti Ummayyah. Namun yang jelas ketika itu perdagangan telah berkembang pesat, dan bukan sekedar pasar tradisional dengan cakupan wilayah dan komoditas yang terbatas. Tampaknya ini merupakan indikasi yang cukup kuat bahwa mekanisme pasar bebas telah diterapkan pada masa itu, sebagai kelanjutan kebijakan yayng telah diterapkan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin.
  3. Dinasti Abassyiah I Al-Ghazali saat itu sudah berfikiran bahwa timbulnya harga adalah dari kekuatan permintaan dan penawaran. Bagi Al-Ghazali, pasar merupakan bagian dari keteraturan alami. Ia menjelaskan evolusi terciptanya pasar secara rinci dalam bukunya Ulumuddin. Yang lebih mengagumkan adalah, Ghazali rupanya paham konsep elastisitas permintaan. Menurutnya, “mngurangi margin keuntungan dengan menjual pada harga yang lebih murah akan meningkatkan volume penjualan, dan akhirnya meningkatkan keuntungan pula”.
  4. Dinasti Abassiyah II Ibnu Taimiyah dengan yakin mengatakan bahwa harga memang dibentuk oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Maka dengan tegas ia membantah ketika masyarakat dizamannya menganggap, kenaikan harga adalah hasil kejahatan atau tindak ketidak adilan dari penjual. Bisa jadi kenaikan harga adalah karena penawaran yang turun akibat inefisiensi produksi, penurunan impor atau juga tekanan pasar. Jika penawaran turun sedangkan permintaan meningkat maka harga akan naik, begitu pula sebaliknya. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, maka kenaikan harga merupakan kehendak Allah SWT. Pemikiran Ibnu al-Qayyim pun secara umum sejalan dengan Ibnu Taimiyah. Ia berpendapat bahwa pemilikan pribadi dan kebebasan dalam melakukan kegiatan ekonomi memang harus diakui, namun tetap dalam koridor keislaman. Penentuan harga juga harus diserahkan kepada kekuatan pasar. Ketidak sempurnaan pasar dan berbagai distorsi lainnya diserahkan saja pada kekuatan pasar untuk mengoreksinya sepanjang tidak mempengaruhi kesejahteraan rakyat. Sedangkan pemikiran Ibnu Kaldun agak berbeda. Ia sudah membedakan komoditas sebagi barang kebutuhan pokok dan barang mewah. Untuk barang kebutuhan pokok, semakin meningkat populasi maka barang kebutuhan pokok akan diprioritaskan pengadaanya, sehingga harganyapun turun. Sedangkan barang mewah berkembang sejalan dengan perkembangan gaya hidup masyarakat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar